Jakarta - Nabi Sulaiman AS merupakan nabi yang memiliki berbagai keistimewaan. Putra Nabi Daud AS ini mewarisi sifat dan kemampuan ayahnya bisa memahami bahasa ini dijelaskan dalam Al Quran surat An-Naml ayat 16وَوَرِثَ سُلَيْمَٰنُ دَاوُۥدَ ۖ وَقَالَ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ عُلِّمْنَا مَنطِقَ ٱلطَّيْرِ وَأُوتِينَا مِن كُلِّ شَىْءٍ ۖ إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ ٱلْفَضْلُ ٱلْمُبِينُ Arab latin Wa wariṡa sulaimānu dāwụda wa qāla yā ayyuhan-nāsu 'ullimnā manṭiqaṭ-ṭairi wa ụtīnā ming kulli syaī`, inna hāżā lahuwal-faḍlul-mubīnArtinya Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata "Hai Manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya semua ini benar-benar suatu kurnia yang nyata."Nabi Sulaiman AS juga dianugerahi kekayaan, wilayah kerajaan, serta masyarakat yang makmur. Nabi Sulaiman AS bahkan pernah mengumpulkan jin, manusia, hingga burung di aula manusia terpilih, Nabi Sulaiman kerap memanjatkan doa pada Allah SWT dalam berbagai kondisi. Al Quran mengabadikan doa nabi yang paham bahasa binatang, mengendalikan angin, hingga memimpin kumpulan doa Nabi Sulaiman AS1. Doa ungkapan syukur atas nikmatNyaفَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّنْ قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَدْخِلْنِيْ بِرَحْمَتِكَ فِيْ عِبَادِكَ الصّٰلِحِيْنَ - ١٩Arab-latin fa tabassama ḍāḥikam ming qaulihā wa qāla rabbi auzi'nī an asykura ni'matakallatī an'amta 'alayya wa 'alā wālidayya wa an a'mala ṣāliḥan tarḍāhu wa adkhilnī biraḥmatika fī 'ibādikaṣ-ṣāliḥīnArtinya Maka dia Sulaiman tersenyum lalu tertawa karena mendengar perkataan semut itu. Dan dia berdoa, "Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau ridai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh." QS An-Naml 19.2. Doa permohonan taubat dan kekayaanقَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَهَبْ لِيْ مُلْكًا لَّا يَنْۢبَغِيْ لِاَحَدٍ مِّنْۢ بَعْدِيْۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ - ٣٥Arab-latin qāla rabbigfir lī wa hab lī mulkal lā yambagī li`aḥadim mim ba'dī, innaka antal-wahhābArtinya Dia berkata, "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Pemberi." QS Shad 35.3. Doa menundukkan pembesar30. اِنَّهٗ مِنْ سُلَيْمٰنَ وَاِنَّهٗ بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ31. أَلَّا تَعْلُوا۟ عَلَىَّ وَأْتُونِى مُسْلِمِينَArab latin30. innahụ min sulaimāna wa innahụ bismillāhir-raḥmānir-raḥīm31. Allā ta'lụ 'alayya wa`tụnī muslimīnArtinya30. Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya isinya "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri." QS An-Naml 30-31.Diberitakan detikNews 16/10/2019, doa Nabi Sulaiman AS adalah mukjizat dari Allah SWT. Sehingga doa ini bukan untuk ditiru alias berlaku bagi orang lain. Wallahu a'lam. row/row2 Mengambil susuk atau benda sihir lain dari dalam tubuh Bacakan ditelapak tangan 7 salamun sebanyak 7 kali ulangan dan tiupkan ke telapak tangan lalu usapkan ditempat susuk atau benda sihir lain berada sembari kembali membaca 7 salamun (usapkan berkali-kali sampai susuk/benda sihir keluar), Insya Allah susuk/benda sihir akan keluar atau hilang secara ghoib. وَإِذَا جَآءَكَ ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِـَٔايَٰتِنَا فَقُلۡ سَلَٰمٌ عَلَيۡكُمۡۖ كَتَبَ رَبُّكُمۡ عَلَىٰ نَفۡسِهِ ٱلرَّحۡمَةَ أَنَّهُۥ مَنۡ عَمِلَ مِنكُمۡ سُوٓءَۢا بِجَهَٰلَةٖ ثُمَّ تَابَ مِنۢ بَعۡدِهِۦ وَأَصۡلَحَ فَأَنَّهُۥ غَفُورٞ رَّحِيمٞ Wa izaa jaaa’akal lazeena yu’minoona bi Aayaatinaa faqul salaamun alaikum kataba Rabbukum alaa nafsihir rahmata annahoo man amila minkum sooo’am bijahaalatin summa taaba mim ba’dihee wa aslaha fa annahoo Ghafoorur Raheem English Translation Here you can read various translations of verse 54 And when those come to you who believe in Our verses, say, “Peace be upon you. Your Lord has decreed upon Himself mercy that any of you who does wrong out of ignorance and then repents after that and corrects himself – indeed, He is Forgiving and Merciful.” Yusuf AliWhen those come to thee who believe in Our signs, Say “Peace be on you Your Lord hath inscribed for Himself the rule of mercy verily, if any of you did evil in ignorance, and thereafter repented, and amend his conduct, lo! He is Oft-forgiving, Most Merciful. Abul Ala MaududiAnd when those who believe in Our signs come to you, say to them Peace be upon you. Your Lord has made mercy incumbent upon Himself so that if anyone of you does a bad deed out of ignorance and thereafter repents and makes amends, surely you will find Him All-Forgiving, AllCompassionate.’ Muhsin KhanWhen those who believe in Our Ayat proofs, evidences, verses, lessons, signs, revelations, etc. come to you, say “Salamun Alaikum” peace be on you; your Lord has written Mercy for Himself, so that, if any of you does evil in ignorance, and thereafter repents and does righteous good deeds by obeying Allah, then surely, He is Oft-Forgiving, Most Merciful. PickthallAnd when those who believe in Our revelations come unto thee, say Peace be unto you! Your Lord hath prescribed for Himself mercy, that whoso of you doeth evil through ignorance and repenteth afterward thereof and doeth right, for him lo! He is Forgiving, Merciful. Dr. GhaliAnd when the ones who believe in Our signs come to you, then say, “Peace be upon you. Your Lord has prescribed for Himself the mercy, that whoever of you does an odious deed in ignorance, thereafter repents even after that and acts righteously, then say that He is Ever-Forgiving, Ever-Merciful.” Abdel HaleemWhen those who believe in Our revelations come to you [Prophet], say, Peace be upon you. Your Lord has taken it on Himself to be merciful if any of you has foolishly done a bad deed, and afterwards repented and mended his ways, God is most forgiving and most merciful.’ Muhammad Junagarhiاور یہ لوگ جب آپ کے پاس آئیں جو ہماری آیتوں پر ایمان رکھتے ہیں تو یوں کہہ دیجیئے کہ تم پر سلامتی ہے تمہارے رب نے مہربانی فرمانا اپنے ذمہ مقرر کرلیا ہے کہ جو شخص تم میں سے برا کام کر بیٹھے جہالت سے پھر وه اس کے بعد توبہ کر لے اور اصلاح رکھے تو اللہ کی یہ شان ہے کہ وه بڑی مغفرت کرنے واﻻ ہے بڑی رحمت واﻻ ہے Quran 6 Verse 54 Explanation For those looking for commentary to help with the understanding of Surah Al-An’am ayat 54, we’ve provided two Tafseer works below. The first is the tafseer of Abul Ala Maududi, the second is of Ibn Kathir. Ala-Maududi 654 And when those who believe in Our signs come to you, say to them Peace be upon you. Your Lord has made mercy incumbent upon Himself so that if anyone of you does a bad deed out of ignorance and thereafter repents and makes amends, surely you will find Him All-Forgiving, AllCompassionate.’[37] 37. Several of those who came to believe in the Prophet peace be on him had committed many serious sins before they embraced Islam. Even though their lives had altogether changed following their conversion, the opposition continued to play up the weaknesses and misdeeds of their past life. The Prophet peace he on him is asked to comfort such persons and to tell them that God does not punish those who sincerely repent their sins and mend their ways. Ibn-Kathir The tafsir of Surah Al-Anam verse 54 by Ibn Kathir is unavailable here. Please refer to Surah Anam ayat 50 which provides the complete commentary from verse 50 through 54. Quick navigation links Akumemohon pula pada-Mu agar Engkau menjadikan setiap yang Engkau takdirkan bagiku adalah baik] (HR. Ibnu Majah no. 3846 dan Ahmad 1: 172. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih) Wallahu waliyyut taufiq was sadaad. Referensi: Tafsir Ath Thobari (Jaami’ Al Bayan ‘an Ta’wilil Ayil Qur’an), Ibnu Jarir Ath Thobari, Dar Hijr.
بسم الله الرحمن الرحيم سَلَامٌ قَوْلًا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ Yassiin058 سَلَامٌ عَلَى نُوحٍ فِي الْعَالَمِينَ Ash-Shaaffaat079 سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ Ash-Shaaffaat109 سَلَامٌ عَلَى مُوسَى وَهَارُونَ Ash-Shaaffaat120 سَلَامٌ عَلَى سُلَيْمَانَ فِى الْعَالَمِيْنَ selawat sulaiman سَلَامٌ عَلَى إِلْ يَاسِينَ Ash-Shaaffaat130 Al-Qadr005 سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ Tehnik Tehnik ini saya dapatkan disalah satu blog ruqyah syar'iyyah dan bisa diamalkan oleh seluruh peruqyah. 1. Menggiring racun sihir, penyakit, beragam sihir, jin Gunakan Jari telunjuk dengan jari tengah yang dirapatkan lalu arahkan ditempat jin/benda sihir/racun/penyakit lalu bentuk kekuatan niat untuk menggiringnya keluar dari tubuh melewati mulut, atau bagian tubuh tertentu. Bacalah 7 salamun dengan konsentrasi penuh dengan terus menggerakkan jari ketempat dimana jin/benda sihir/racun/penyakit hendak kita keluarkan. Contoh jika ada diperut maka arahkan jari keperut lalu gerakkan jari menaiki kerongkongan dan keluarkan melalui mulut semua jin/racun/penyakit Insya Allah akan terkunci dan berjalan menuruti arah jari kita. 2. Mengambil susuk atau benda sihir lain dari dalam tubuh Bacakan ditelapak tangan 7 salamun sebanyak 7 kali ulangan dan tiupkan ke telapak tangan lalu usapkan ditempat susuk atau benda sihir lain berada sembari kembali membaca 7 salamun usapkan berkali-kali sampai susuk/benda sihir keluar, Insya Allah susuk/benda sihir akan keluar atau hilang secara ghoib. Peringatan Jangan pernah meniatkan untuk bertawasul pada para Nabi atau meminta bantuan para Nabi yang disebut namanya dalam "7 salamun" sebab berakibat Kesyirikan! Mintalah langsung keinginan kita pada Allah tanpa ada perantara sesuatupun! Jangan pernah menepuk bagian yang ada benda sihir/racun sihir utama untuk racun sihir santau sebab berakibat akan bertambah menyebarkan benda/racun sihir dalam aman lakukan teknik usapan/tiupan. Tepukan boleh dilakukan untuk gangguan jin/sudah dipastikan dibagian tubuh tertentu itu ada jin yang bersarang. Tehnik ini digunakan setelah melakukan tehnik ruqyah standard dan sudah sangat lemah jin/sihirnya, jika tidak melakukan tehnik ruqyah standard terlebih dahulu kemungkinan besar akan menemui kegagalan. Peruqyah harus dalam keadaan sehat 100% secara fisik dan mental jika melakukan tehnik ini.
TeksBacaan Surat Al Waqi'ah Arab Latin dan Terjemahannya - Assalamu'alaikum saudara. kali ini saya posting bacaan surat al waqiah dalam blog saya agar para pembaca bisa dengan mudah membaca al quran secara online. saya jelaskan dulu Surat Al Waqiah adalah surat ke lima puluh enam yang terdapat pada juz ke dua puluh tujuh terdiri atas sembilan
Oleh Abdullah Alawi Gelar sarjana telah di pundakku beberapa bulan lalu dari perguruan tinggi di ibu kota. Ijazahku nilainya bagus-bagus. Aku sudah ditawari bekerja di beberapa perusahaan. Namun aku menundanya untuk istirahat dulu di rumah beberapa bulan untuk membicarakannya dengan ibu. Meski demikian, ternyata gelar sarjana itu tak berguna untuk sekadar masuk ke ruang depan di rumah orang tuaku sendiri. Aku sudah berkali-kali membukakan pintunya, tapi selalu urung. Seolah ada kekuatan yang menolakku, mendorong untuk mengatupkan daun pintunya kembali, perasaan bersalah yang besar. Suatu sore, aku menatap pintu ruangan itu sambil duduk di kursi sembari menikmati kopi dan singkong rebus yang disuguhkan ibu. Tapi rasanya tawar. Pikiranku melayang-layang pada pintu itu, ruangan itu, isinya, dan pada almarhum ayahku yang meninggal setahun lalu. Belum sempurna lamunan, pintu rumah ada yang mengetuk, uluk salam, dan langsung mendorong pintu. Di ambang telah berdiri tetangga dengan tangan menggenggam piring putih kosong. Piring itu menambah mumet pikiran. Bahkan aku merasa piring itu langsung dilemparkan ke kepalaku. Aku tak menjawab salam orang itu. Malah pergi ke kamarku kemudian mengunci pintunya. “Ini pasti Rabu wekasan,” jeritku dalam hati. Aku menangis sesunggukan di dalam kamar. Pikiranku kembali melayang-layang kepada ayah. Wajahnya, ubannya, pecinya, tasbihnya. Perkataan-perkataannya, saat-saat bersamanya bermunculan satu per satu. Begitu jelas. *** Ayah mengambil sebuah kitab lusuh agak tebal dari lemari jati yang tampak masih kokoh. Di lemari itu berderet kitab-kitab lain. Kitab yang tebal menyatu dengan yang tebal. Begitu pula yang kecil. Ada juga yang kelihatannya masih baru. Rata-rata kitab yang jilidnya tipis dilapisi dengan sampul. Ada yang dengan koran, bekas almanak dan ada yang memang benar-benar sampul. Ayah menyebut benda-benda itu dengan kitab kuning. Padahal menurutku, tidak kuning. Bahkan kitab yang baru diambilnya sudah berwarna coklat muda. Pinggir-pinggir halamannya sudah keriting seperti milikku ketika setahun dibawa pulang pergi ke madrasah tanpa tas. Mungkin tokonya sudah lupa menjual kitab itu karena pembelinya saja, ayahnya ayah, telah almarhum. Kemudian ia membuka jilidnya dengan perlahan seolah tidak ingin ada suara mengikutinya. Di jilid bagian dalam itu tampak tinta hitam tulisan tangan berbahasa Arab, berbaris rapi. Setiap baris tulisan diakhiri angka dengan huruf Arab juga. Ia meraba tulisan-tulisan itu sampai berakhir di satu barisan. Lalu membuka halaman-halaman dengan perlahan. Dan berhenti di angka sesuai akhir baris tulisan di jilid tadi. Ternyata ia tidak memulai dari daftar isi, melainkan dari catatan itu. Entah ayah yang membuatnya atau kakek karena konon ketika ayah nyantri, menggunakan kitab-kitab kakek. Di halaman itu, tampaklah rimba semut hitam kaku. Semut-semut itu kadang terjalin dalam satu susunan kalimat, ada juga yang sendirian. Di pengajian malam Jumat bersama bapak-bapak dan Jumat pagi bersama ibu-ibu, berdasarkan semut-semut itu, ayah bisa bercerita tentang para nabi atau sahabat dan para sufi, hukum-hukum yang rumit, perkataan-perkataan ulama, atau kisah-kisah orang alim. Ia bisa membacanya dengan lancar seperti orang kota membaca koran karena di saat senggangnya, ia sering sendirian terpekur di hadapan benda itu di ruangan paling depan rumahku. Tapi bagiku, jangankan bercerita, melihatnya saja bikin mata kunang-kunang. "Suatu saat, semut-semut ini harus bicara kepadamu," kata ayah. Dia memberi tekanan pada kata “harus”. "Bicara? Bagaimana caranya, Ayah?" "Kau harus belajar nahwu dan sharaf. Untuk bisa seperti itu, kamu harus nyantri. Ayah nyantri. Kakekmu nyantri. Ayahnya kakekmu juga.” Aku diam. “Sore ini Rabu wekasan. Rabu terakhir bulan Safar dalam penanggalan Hijriyah,” lanjut ayah sambil mengeluarkan pena bertinta jafaron yang warnanya kemerahan. Kemudian memanggil ibu di dapur untuk membawakan piring. Ibu dan kedua adikku datang. Ia menyerahkan piring putih berukuran besar. Kami mengerubungi ayah. Fokusnya kepada pena di atas piring. “Buat apa Ayah nulis di piring? Apa Ayah sudah tidak punya buku? Aku masih punya,” kata adikku yang pertama, berusia 6 tahun. Ayah tidak menanggapi. Adikku langsung ngeloyor pergi ke kamarnya. Ketika kembali, ia sudah menyodorkan bukunya. Tapi diambil ibu yang langsung membisikkan sesuatu di telinganya. Adik kemudian diam dan memerhatikan ayah. Kami tak ada yang bicara. Termasuk si bungsu. Tatapan kami tetap seperti semula, ke tangan ayah yang mulai bekerja, mencipta huruf dan rangkaian huruf Arab di atas piring dengan rapi sebagaimana aku lihat di halaman-halaman Al-Qur’an. Ukurannya menurutku seimbang. Selintas, sebagaimana di kitab kuning itu, huruf-huruf itu nyaris seperti barisan semut-semut, cuma bedanya yang ini berwarna merah. Juga barisannya tidak lurus, melainkan berputar ke dalam seperti lingkaran obat antinyamuk bakar. Ayah terus menulis dengan khusuk. Kami khusuk juga memerhatikannya. Semakin lama, semut-semut yang berbaris melingkar itu semakin berdesakkan. Kemudian tangan ayah berhenti persis di tengah-tengah piring. Dia meletakkan pena itu. Dan semut itu pun berhenti seolah jalan yang akan dilewatinya tercegat. "Kamu tahu Al-Qur’an berapa juz?” tanya ayah kepadaku. “Tiga puluh juz, Ayah.” “Berapa surat dan berapa ayat?” "Seratus empat belas ayat, dan enam ribu enam ratus enam puluh enam ayat.” "Nah, dalam ayat sebanyak itu, perlu kamu ketahui, dalam Al-Qur’an ada 7 ayat yang dimulai kata salamun. Salah satunya ada dalam surat Ya-Siin yang sering kita baca tiap malam Jumat. Kamu ingat?” “Ingat, Ayah.” “Coba bacakan!” “Salamun qaulam mirrabi rahim”. “Coba apa artinya?” Aku menggeleng kepala. Aku merasa ayah berlebihan meminta arti ayat kepada anak seusiaku. Ayah-ayah temanku sedesa, mungkin juga sekecamatan, sore itu dan sore-sore yang lain, tak mungkin ada yang bertanya arti ayat kepada anak kecilnya. Sementara ayah menatapku lekat-lekat. Inilah ayahku. Kalau pertanyannya tak terjawab, biasanya marah-marah, setidaknya melotot. Konon kakek dan buyutku juga seperti itu. Pertanyaannya selalu harus berjawab. Jika tidak bisa, membentaklah ia. Apalagi jika pertanyaan itu sudah biasa, ayah sering menghadiahi sapu lidi. Mau berlindung sama ibu adalah sia-sia. Karena ibu selalu berada di pihak ayah. Sedari ingat, aku diajari membaca dan menghafal tiap malam diakhiri dengan tangisan. Ayah dan ibu seolah tak puas kalau aku belum menangis. Beberapa bulan lalu, aku dimintannya mentashrif sebuah fi’il mudlari. Aku lupa, makanya dimarahi habis-habisan sampai mencucurkan air mata. Kemudian ayah mengguyurkan sedikit air putih dari ceret ke piring itu. Lalu menghapus-hapus dengan telunjuknya. Sekarang airnya kemerahan. Adikku yang pertama, tanpa komando, hendak turut menghapus dengan telunjuknya juga. Tapi tangan ibu keburu menahannya. Adik bungsu meronta-ronta di pangkuan ibu, sepertinya ingin turut berpartisipasi menghapus juga. Kemudian air itu dimasukkan kembali ke dalam ceret. Dan di piring itu tak ada satu pun semut yang tertinggal. “Ini adalah Rabu wekasan. Rabu terakhir bulan Safar,” kata ayah, “kalian harus meminum air ini. Guyurkan juga ke dalam bak mandi dan sumur, juga ke kolam di depan kobong. ” “Kenapa begitu, Ayah?” “Kamu akan tahu penjelasannya kalau kamu sudah bisa membaca kitab ini,” katanya. Tak lama setelah itu, beberapa orang tetangga uluk salam dan mengetuk pintu. Mereka membawa piring sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Kemudian ayah menulis di piring itu seperti tadi. Ketika ada yang datang lagi, ayah berbuat serupa. Namun, ketika menjelang maghrib, tetangga yang datang disuruhnya mengambil air dari sumur di dapur untuk dibawa pulang kemudian disatukan dengan air sumur dan minum walaupun setetes. “Dulu mah para santri juga ikut meminta salamun ,” kata ayah seolah berbicara kepada dirinya sendiri. Sekitar lima tahun lalu, di kobong masih ramai dengan santri. Bahkan sejak zaman buyutku. Tak pernah kurang dari 30 santri yang tinggal. Sedikit memang, tapi tak pernah kering. Mereka berasal dari desa dan kecamatan tetangga. Bahkan pada generasi awal, banyak yang dari luar kabupaten. Namun sekarang tinggal beberapa santri kalong. Santri tua telah pulang dan menikah, sementara anak-anak generasi baru, tak kerasan tinggal. Alasannya macam-macam. “Dulu, menurut kakekmu, salamun ini disimpan di saku para santri ketika menghadapi tentara Belanda datang ke desa sini. Buyutmu yang membuatnya, dituliskan dalam selembar kertas,” lanjut ayah bercerita. “Begitu juga ketika datang tentara Jepang, giliran kakekmu yang membuatnya. Tidak hanya para santri yang membawanya, tapi gerilyawan. Sekarang ayah. Kelak seharusnya kamu. Salamun itu tolak bala. Menurut kitab ini, Allah menurunkan berbagai macam penyakit di akhir bulan Safar. Nah, salamun itu tolak balanya, ” jelasnya. Kami tak ada yang berbicara. Adikku yang pertama pergi setelah meneguk segelas air. Kemudian berlari. Lamat-lamat terdengar suaranya agar meminum salamun entah kepada siapa. Sementara si bungsu menelusup ke dada ibu. “Zaman kakekmu, kobong itu dibakar Jepang karena mereka mengetahui tempat itu jadi persembunyian gerilyawan. Rumah kakekmu juga dibakar. Termasuk seluruh kitab kuningnya. Tapi santri selamat semua. Seluruh penduduk kampung mengungsi ke hutan. Sekembali dari pengungsian, kakek tak henti-hentinya menangisi kitab-kitab itu. Ketika zaman telah merdeka, santri berdatangan lagi. Tapi berbulan-bulan dia tak mengajari mereka. Ia masih sedih dengan kitab-kitab itu. Ia mau mengajar lagi ketika datang surat dari gurunya. Sedikit demi sedikit, ia membeli kitab. Semuanya masih terjaga di lemari jati itu. Sementara yang baru-baru, ayah yang beli. Kelak setelah tiada, kaulah dan adik-adikmu pemiliknya.” Enam bulan setelah ayah menulis salamun itu, selepas lulus SD, aku dikirimnya ke sebuah pesantren di kota kabupaten. Ayah menyuruhnya nyantri sambil sekolah, dan jangan dibalik. Tapi kenyatannya memang terbalik. Aku sekolah sambil nyantri. Pelajaran di sekolah lebih aku geluti daripada kitab-kitab kuning itu. Aku malas ngalogat apalagi mutholaah. Dan tak pernah bertanya apabila ada yang tidak mengerti kepada santri senior, apalagi langsung ke ajengan. Karena itulah aku sering kena ta’jir. Pelajaran di pesantren aku rasa tidak menarik sama sekali dan suasananya juga tidak asyik. Dari hari ke hari aku makin tidak kerasan dan sering menginap di rumah teman sekelas di sekolah. Semakin bertambahlah ta’jir untukku. Makin berlipat-lipat juga ketidakbetahanku. Ketika ayah mengetahui hal itu, aku pasrah mau dimarahi dengan cara apa pun. Aku kaget karena ternyata ayah tidak marah, melainkan diam. Namun pandangannya ke arah lain. Ada sesuatu di muka ayah yang coklat dan mulai keriput itu, entah apa namanya. Karena tidak ada reaksi, hal itu malah membangkitkan keberanianku untuk meminta sekolah saja. Ayah lagi-lagi diam. Di muka itu aku makin melihat ada bahasa yang panjang tapi tak diungkapkannya. Tapi herannya itu tak menjadi perhatianku karena keinginan hengkang dari pesantren terbuka. Ayah lalu bangkit tanpa sepatah kata pun. Kelak, aku mengingatnya sejak itu, ia jadi pendiam. Meski tak mendapatkan izin secara lisan, aku menafsirkan ayah mengabulkan keinginanku. Aku tinggal di kosan bersama teman lain yang berasal dari desa. Kesempatan itu aku manfaatkan sebaik-baiknya dengan belajar giat. Biaya sekolah aku ambil sebulan sekali melalui pintu dapur. Ketika aku mau berpamitan, ayah selalu tiada, seolah menghindariku. Selepas lulus, perjuanganku tidak sia-sia, aku mendapatkan beasiswa di perguruan negeri di ibu kota. Jurusan kupilih sendiri tanpa bermusyawarah dengan ayah. Dan kini aku jadi sarjana, tapi melihat piring kosong saja pergi, apalagi membuka perpustakaan kitab-kitab kuning ayah. Penulis adalah Nahdliyin kelahiran Sukabumi
ulāikallażīna hadallāhu fa bihudāhumuqtadih, qul lā as`alukum ‘alaihi ajrā, in huwa illā żikrā lil-‘ālamīn. 90. Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta imbalan kepadamu dalam menyampaikan (AlOleh Ahmad Hasanuddin Umar * Waktu kecil, sekitar tahun 80-an, saya diajarkan oleh guru ngaji dikampung, termasuk oleh ayah saya, untuk membaca do’a salāmun alā Nūhin fil Ālamīn ketika mau ke kebun atau ketika akan berjalan di antara semak-semak yang rimbun, tujuannya supaya aman dari gigitan ular berbisa atau hewan-hewan lain yang berbahaya, seperti kalajengking, dan yang lainnya. Ajaran ini terus saya praktekan setiap kali saya berjalan diantara semak-semak yang rimbun, saat akan membersihkan kebun misalnya, atau sekedar hanya berjalan melewati semak-semak karena tidak ada pilihan jalan alternatif yang bisa dilewati. Setelah saya masuk pesantren Gontor tahun 1993/1994, dan belajar bahasa Arab sungguh-sungguh karena sebelum masuk Gontor, saat belajar di MI dan MTs, pernah juga belajar bahasa Arab, tapi kurang serius saya mulai bertanya apa relevansi do’a ini dilihat dari sisi maknanya dengan keselamatan kita dari hewan yang berbahaya, meskipun demikian saya tetap mengamalkannya hingga dewasa. Munculnya pertanyaan dibenak saya, karena do’a yang diambil dari ayat ke-79 QS. As-Shāfāt ini jelas sekali maknanya, sepertinya relevansin makna ayat ini dengan keinginan selamat dari hewan berbisa agak jauh, mari kita perhatikan ayatnya ; سَلَـٰمٌ عَلَىٰ نُوحࣲ فِی ٱلۡعَـٰلَمِینَ. سورة الصافات ٧٩ ”Keselamatan Kami limpahkan atas Nuh di seluruh alam.” Isinya penegasan dari Allah, atau semacam garansi bahwa Allah akan menjamin keselamatan bagi Nabi Nuh di seluruh alam ini, begitu makna yang kita dapatkan ketika membaca ayat diatas, termasuk jika kita buka kitab Tafsir al-Muyassar atau Tafsir al-Wasīth, yang kedua kitab tafsir tersebut menjelaskan makna ayat diatas dengan penjelasan yang hampir sama atau senada Misal dalam tafsir al-Wasīth dijelaskan ; سلام على نوح فى العالمين أى تحية وأمان وثناء جميل على نوح فى العالمين. “Keselamatan atas Nuh di seluruh alam maksudnya adalah penghormatan, keamanan dan pujian yang baik terlimpahkan kepada Nuh di seluruh alam.” Sementara dalam tafsir al-Muyassar dijelaskan ; أمان لنوح وسلامة له من أن يُذْكر بسوء في الآخِرين، بل تُثني عليه الأجيال من بعده. “Keamanan untuk Nur dan keselamatan baginya dari sebutan yang buruk digenerasi berikutnya, bahkan dia akan dipuji dengan kebaikan oleh generasi setelahnya.” Ini adalah garansi dari Allah kepada Nuh setelah berdo’a kepada Allah memohon kemenangan atas orang-orang kafir, yang telah mendustakan dakwahnya Nabi Nuh dan mengusir beliau dari kampungnya, sebagaimana cerita ini di abadikan dalam QS. Al-Qamar ayat 9 sampai ayat 10. BAGAIMANA KEMUDIAN AYAT INI DIAJARKAN MENJADI DO’A ? Seperti yang saya ceritakan diawal tulisan ini, saya mendapatkan waktu kecil dulu ayat ini diajarkan menjadi do’a untuk menjaga diri dari bahaya hewan-hewan berbisa. قال سعيد بن المسيب وبلغني أنه من قال حين يمسي سلام على نوح في العالمين لم تلدغه عقرب. Saat saya tadarrus membaca QS. As-Shāfāt dari ayat 75-82 didampingi kitab Aisaru at-Tafāsīr li Kalāmi al-Aliyi al-Kabīr karya As-Syaikh Abū Bakar Jābir al-Jazāiriy, saya mendapatkan riwayat atsar tabi’in yang bernama Sa’id bin al-Musayyab rahimahullāh, dalam catatan kaki penjelasan faidah dari ayat 79 dari QS. As-Shāfāt diatas. Berkata Sa’id bin al-Musayyab “Telah sampai kepadaku bahwasannya barangsiapa ketika sore hari membaca salāmun alā Nūhin fil Ālamīn, maka dia tidak akan disengat kalajengking.” Riwayat ini disebutkan juga oleh Abu Amru dan Ibnu Abdil Bar dalam kitab at-Tamhīd dan di nukil darinya oleh al-Imam al-Qurthubi. Dari Atsar diatas inilah guru ngaji saya dikampung dan ayah saya mengajarkan ayat diatas sebagai do’a untuk menjaga diri dari hewan-hewan berbisa. ADA DO’A YANG LEBIH RELEVAN DAN LEBIH SHAHIH As-Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazāiriy dalam tafsirnya terhadap ayat 79 QS. As-Shāfāt diatas mengomentari riwayat Sa’id bin al-Musayyab trrsebut dengan mengatakan “ أصحّ منه قول أَعُوذُ بكَلِماتِ اللهِ التّامّاتِ مِن شَرِّ ما خَلَقَ. لصحة الحديث في ذلك. “Yang lebih shahih darinya do’a yang diambil dari ayat 79 QS. As-Shāfāt adalah A’ūdzu bi kalimātillāhi at-Tāmmāti min syarri mā khalaqa. Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah dari keburukan setiap makhluk yang Allah ciptakan.” Banyak sahabat yang meriwayatkan hadis yang isinya do’a diatas, diantaranya Khaulah bintu Hakim radhiyallahu anhā sebagaimana disebutkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya seperti berikut ini عن خَوْلَةَ بِنْتَ حَكِيمٍ السُّلَمِيَّةَ تَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ نَزَلَ مَنْزِلًا ثُمَّ قَالَ أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّاتِ مِنْ شَرِّ مَا خَلَقَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْءٌ حَتَّى يَرْتَحِلَ مِنْ مَنْزِلِهِ ذَلِكَ. متفق عليه Dari Khaulah bintu Hakim As Sulamiyyah berkata; aku mendengar Rasululullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Barang siapa yang singgah pada suatu tempat kemudian dia berdo’a A’AUUDZU BI KALIMAATILLAHIT TAAMMAH MIN SYARRI MAA KHALAQ Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari keburukan apa saja yang Dia ciptakan, niscaya tidak akan ada yang membahayakannya hingga di pergi dari tempat itu.” HR. Bukhari dan Muslim. Apa yang disebutkan dalam hadis inilah sesungguhnya do’a yang lebih relevan untuk kita baca saat kita takut kena sengatan hewan-hewan berbisa, baik ketika akan tidur atau ketika mampir disuatu tempat atau ketika berjalan diantara semak-semak yang rimbun. [] AHU *** ***Sampangan Lor,Rabu, 02 Rajab 1441 H / 26 Februari 2020 M * Penulis adalah Pegiat Kajian al-Qur’an dan Hadis Nabi, asal Rawailat, Dayeuh Cileungsi Bogor dan tinggal di Jogja. Tentang Ahmad Hasanuddin Umar Saya lahir pada tanggal 28 Jumadal Akhirah 1399 H bertepatan dengan 25 Mei 1979 M, di kampung Rawailat Desa Dayeuh kecamatan Cileungsi Bogor, dilingkungan keluarga yang alhamdulillah cukup religius, rumah tempat dimana saya dilahirkan, sekaligus berfungsi sebagai pesantren kecil, ada Masjid Jami' an-Nur juga Madrasah Diniyah an-Nur. Suasana keagamaan dilingkungan sekitar rumah sangat membekas dalam memori saya, setelah menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Rawailat, sekaligus di Madrasah Diniyah An-Nur Rawailat, saya melanjutkan Pendidikan di Madrasah Tsanawiyah An-Nizhamiyyah Cileungsi asuhan Drs. KH. Ahmad Marzuqi, setamat Tsanawiyah saya melanjutkan pendidikan ke Jawa Timur tepatnya di Pondok Pesantren Wali Songo Ngabar pimpinan KH. Ibrahim Thoyyib, setelah belajar selama kurang lebih satu tahun di Ponpes Wali Songo, kemudian saya pindah ke Pondok Modern Darussalam Gontor, hingga tammat sampai tahun 1998/1999, dalam asuhan Dr HC. KH. Abdullah Syukri Zarkasyi, MA, beserta KH. Hasan Abdullah Sahal dan KH. Shoiman Lukmanul Hakim. Setamat dari Gontor, saya menjalani masa pengabdian mengajar dan melanjutkan belajar menghapal al-Qur'an di Ponpes Darul Abrar Bone Sulawesi Selatan yang diasuh oleh KH. Anwar Harum, Lc dan Dr. KH. Muttaqien Said, MA, hingga bulan Juni tahun 2000. Pada tahun yang sama saya mendaftar kuliah di LIPIA dan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dan akhirnya saya berlabuh di UIN Jogja, mengambil Jurusan Tafsir Hadis, setelah selesai dari UIN, saya mengikuti program Akta IV di UII Universitas Islam Indonesia setelah selesai saya menempuh kuliah S1 lagi di MEDIU Medinah International University pada jurusan al-Qur'an wa Ulumuhu, sambil juga mengambil kuliah S2 Program Pascasarjana konsentrasi SQH Studi Qur'an dan Hadis. Saat ini, selain ikut terlibat mengelola Travel Haji & Umrah Lā Raiba, sekaligus sebagai pembimbing ibadah umrah, aktifitas sehari-hari saya ngajar di Ponpes Mahasiswa Takwīn Muballighīn, dan mengasuh kajian rutin di Majlis Kajian Kitab di masjid-masjid seputar Yogyakarta. Saya tinggal di Yogyakarta tepatnya di Bantul, bersama seorang istri dan 6 orang anak kami, Najwa Salma Hasan, Faruq Abdullah Hasan, Musa Abdullah Hasan, Bilal Abdullah Hasan, Naqiyya Sājidah Hasan, dan Najiyya Sājidah Hasan….[] Sebiruhari ini, birunya bagai langit terang benderang Sebiru hati kita, bersama di sini Seindah hari ini, indahnya bak permadani taman surga Seindah hati kita, walau kita kan terpisah Bukankah hati kita telah lama menyatu Dalam tali kisah persahabatan ilahi Pegang erat tangan kita terakhir kalinya Hapus air mata meski kita kan terpisah Selamat jalan teman Uploaded bybarassa 0% found this document useful 0 votes5K views1 pageDescriptionDuaCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes5K views1 pageLes 7 Salams Du CoranUploaded bybarassa DescriptionDuaFull descriptionJump to Page You are on page 1of 1Search inside document Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
Pundalam setahun masa ‘libur’ ia gunakan untuk membantu sang Ibu yang membuka warung klontong di rumah. Ya, giat berdagang dilakoni, sembari Muraja’ah. Sebab, kala itu ia telah mampu menghafal Al-Qur’an sebanyak 15 Juz. “Setahun itu saya juga di rumah bantu ibu jualan, sambil Muraja’ah. Ada juga sih main sama kawan sempat naik gunung.
Lihatlah 7 salamun dalam al qur an Jadi jika kita ingin selamat dunia akhirat dan mendapatkan banyak keutamaan jangan lupa membaca Al-Quran dengan istiqomah. Salamun Qaulam Mirrabbirrahim 7x. Pada dasarnya seluruh surat dalam Al-Quran sangat istimewa. Baca jugadalam dan 7 salamun dalam al qur an Angka 7 adalah angka yang pertama sekali disebutkan didalam AlQuran yaitu. Coba sama-sama kita lihat bagaimana hakikat dari keutamaan dari angka 7 ini dalam AlQuran. Salamun Ala Ibrahim 7x. Only Quran Hadith Al Quran Unke Burey Kaamon Ki Wajah Un Par Bhuk Quran Hadith Allah Salamun Hiya Hatta Mat Lail Fajr Telah kubaca ayat-ayat suci di dalam Qalam Ilahi dalam surat As-Shaffat. Ada satu hal yang sangat membuat jiwa ini ikut merindukan untuk 7 tips mengajarkan anak hafal Al Quran. Juga tidak menjadi masalah asal jelas dengan hakikat salam itu. 7 Salamun itu sendiri banyak versi yang ada. On Islam Ini 7 tips mengajarkan anak hafal Al Quran. Judul Surah On IslamFormat Surah DocxUkuran File Surah 7 salamun dalam al qur anTanggal post Februari 2018 Jumlah halaman surah 248 HalamanBaca On Islam On Quran Judul Surah On QuranFormat Surah DocxUkuran File Surah 7 salamun dalam al qur anTanggal post Mei 2021 Jumlah halaman surah 162 HalamanBaca On Quran Sidi Ali Cisse Sufi Sufism Islam Judul Surah Sidi Ali Cisse Sufi Sufism IslamFormat Surah DocxUkuran File Surah 5mb 7 salamun dalam al qur anTanggal post Agustus 2017 Jumlah halaman surah 284 HalamanBaca Sidi Ali Cisse Sufi Sufism Islam Ya Nabi Salam Alaika Lyrics Full Salato Salam Lyrics Medina Mosque Beautiful Islamic Quotes Al Masjid An Nabawi Barangsiapa Yang Membaca Yaasin Sepenuhnya Dan Pada Ayat Ke 58 Surah Tersebut Salaamun Qaulan Min Rabbin Rahi Kutipan Quran Kata Kata Indah Kata Kata Motivasi On My Din Judul Surah On My DinFormat Surah PDFUkuran File Surah 7 salamun dalam al qur anTanggal post Februari 2020 Jumlah halaman surah 233 HalamanBaca On My Din On Quran Quotes Judul Surah On Quran QuotesFormat Surah DocUkuran File Surah 7 salamun dalam al qur anTanggal post April 2019 Jumlah halaman surah 155 HalamanBaca On Quran Quotes Quran 13 Surat Ar Ra D The Thunder Arabic And English Translation Hd Quran 75 Surah Al Qiyamah The Resurrection Arabic And English Translation On Islamic Dua Judul Surah On Islamic DuaFormat Surah PDFUkuran File Surah 7 salamun dalam al qur anTanggal post Februari 2017 Jumlah halaman surah 174 HalamanBaca On Islamic Dua On Imaan Judul Surah On ImaanFormat Surah JPEGUkuran File Surah 6mb 7 salamun dalam al qur anTanggal post Maret 2017 Jumlah halaman surah 255 HalamanBaca On Imaan Itulah Artikel tentang 7 salamun dalam al qur an, , semoga bermanfaat. Disclaimer Images, articles or videos that exist on the web sometimes come from various sources of other media. Copyright is fully owned by the source. If there is a problem with this matter, you can contact
SABARMENURUT AL-QUR’AN. Dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur'an, kata-kata yang menggunakan kata
.